Minggu, 11 Januari 2009

GANGGUAN DAN PENYAKIT KEJIWAAN SHIZOFERONE

Manusia sebagai makhluk yang memiliki banyak keterbatasan kerapkali mengalami perasaan takut, cemas, sedih, bimbang, dan sebagainya. Dalam psikologi, gangguan atau penyakit kejiwaan akrab diistilahkan psikopatologi. Ada dua macam psikopatologi: (1) neurosis; dan (2) psikosis. Sementara dr. H. Tarmidzi membagi psikopatologi menjadi enam macam, selain dua yang telah tersebut, ia mengemukakan yang lainnya yaitu: psikosomatik, kelainan kepribadian, deviasi seksual, dan retardasi mental.

Neurosis adalah gangguan jiwa yang penderitanya masih menyadari atas kondisi dirinya yang tengah terganggu. Cirri-ciri neurosis ini antara lain: (1) wawasan yang tak lengkap mengenai sifat-sifat dan kesukarannya; (2) mengalami konflik batin; (3) menampakkan reaksi kecemasan; (4) adanya kerusakan parsial pada aspek-aspek kepribadian..

Neurosis dapat muncul dalam beberapa bentuk, diantaranya: (1) Neurasthenia, yaitu gangguan yang ditandai dengan kelelahan fisik dan mental yang kronis sekalipun tidak ditemukan sebab-sebab fisik; (2) Histeria, gangguan jiwa yang ditandai ketidakstabilan emosi, represi, disasosiasi, dan sugestibilitas. Hysteria ini bisa berwujud kelumpuhan atau cramp sebagian anggota badan, hilang kesanggupan bicara, hilang ingatan, kepribadian ganda, mengelana tidak sadar (fugue), atau berjalan-jalan dalam keadaan tidur (somnabulism); (3) Psychasthenia, gangguan jiwa yang ditandai ketidakmampuan diri tetap dalam keadaan integrasi yang normal. Jenis ini antara lain bisa tampil dalam bentuk phobia (takut yang tidak masuk akal), obsesi, dan kompulsi.

Neurosis terjadi bisa disebabkan oleh faktor-faktor organis fisis, faktor psikis dan struktur kepribadian, atau bisa juga karena faktor milieu atau lingkungan. Tetapi yang jelas, terganggunya mental dapat berpengaruh kepada perasaan, pikiran, kelakuan, dan juga kesehatan tubuh.

Sementara psikosis adalah penyakit kejiwaan yang parah, karena di tingkatan ini penderita tidak lagi sadar akan dirinya. Pada penderita psikosis umumnya ditemukan cirri-ciri sebagai berikut: (1) mengalami disorganisasi proses pikiran; (2) gangguan emosional; (3) disorientasi waktu, ruang, dan person; (4) terkadang disertai juga dengan halusinasi dan delusi.

Psikosis bisa muncul dalam beberapa bentuk, diantaranya: (1) Schizophrenia, yaitu penyakit jiwa yang ditandai dengan kemunduran atau kemurungan kepribadian; (2) Paranoia, yaitu gila kebesaran atau merasa lebih dari segalanya; dan (3) maniac depressive psychosis, yakni perasaan benar atau gembira yang mendadak bisa berubah sebaliknya menjadi serba salah atau sedih.

Dalam khazanah keislaman, dikenal beragam bentuk penyakit kejiwaan. Diantaranya telah dicatatkan oleh al-Ghazali, yaitu: riya’ (pamer), jidl (suka debat), khusumat (suka bermusuhan), kidzb (dusta), ghibbah (suka cari kesalahan orang), namimah (adu domba), ghadhab (pemarah), hasud (suka menghasut), hubbud-dunya (matre), bakhil (pelit), kibr (sombong), dan ghurur (lalai urusan akhirat karena urusan dunia).

Ditinjau dari perspektif al-Qur’an, psikopatologi ini timbul karena manusia tidak mau mempergunakan potensi jasmani maupun rohani yang telah dikaruniakan Tuhan kepadanya secara baik. Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” (al-A’raf, VII: 179).

Source:
Sururin. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004.

Penderita Sakit Jiwa Meningkat di Indonesia


Hanya 40 Persen Pasien Gangguan Jiwa Bisa Sembuh

JAKARTA - Jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia sejak krisis moneter
dinilai meningkat. Tercatat tiga bulan belakangan ini, sebanyak 1.200 warga
Jakarta datang memeriksakan diri ke berbagai dokter dan rumah sakit jiwa karena
menderita gangguan jiwa.

"Banyak orang yang mengalami gangguan jiwa, tetapi tidak semua mau datang untuk
berobat ke rumah sakit jiwa. Umumnya yang datang ke rumah sakit jiwa itu, ketika
pasien sudah dalam taraf gangguan jiwa berat", ujar Dr H Aminullah Sp KjMM,
Ketua Ikatan Rumah Sakit Jiwa Indonesia (IRJI), kepada wartawan, di sela-sela
acara Konferensi Nasional Keperawatan Kesehatan Jiwa I di Bogor, Kamis (30/9).

Menurut Aminullah, mereka yang datang ke rumah sakit jiwa itu umumnya mulai dari
gejala gangguan kejiwaan ringan sampai berat. Sementara upaya pengobatan dari
100 persen tidak mungkin dilakukan. Terhadap para penderita gangguan jiwa itu,
hanya 30 sampai 40 persen pasien gangguan jiwa bisa sembuh total, 30 persen
harus tetap berobat jalan, dan 30 persen lainnya harus menjalani perawatan
institusional, atau diinapkan di panti-panti.

Dibanding ratio dunia yang hanya satu permil, masyarakat Indonesia yang telah
mengalami gangguan kejiwaan ringan sampai berat telah mencapai 18,5 persen.

Akibatnya, kreatifitas masyarakat Indonesia menjadi rendah. Harus diwaspadai,
sulit tidur saja, itu sudah merupakan gejala gangguan kejiwaan. Walaupun
kadarnya masih ringan. "Tapi itu tak bisa dibiarkan, karena akan berkembang ke
tahap yang lebih menjurus ke penyakit jiwa lebih berat. Jika si penderita sulit
tidur ini terus menerus mengalami stressor, gangguan akibat tekanan kehidupan
dan persaingan keras di kota besar Jakarta, maupun di kota-kota besar lainnya di
Indonesia," ujarnya.

Aminullah menjelaskan, gangguan kejiwaan seseorang itu bisa terdekteksi secara
dini dengan melihat tiga aspek yakni, kurang mampu kreativitas, gangguan di
dalam fungsi sosialnya serta adaptasinya yang terganggu. Yang menyebabkan orang
menderita gangguan jiwa itu, diantaranya akibat gangguan biologis dan pola asuh
secara psikologis terhadap orang yang terditeksi secara dini.

Dalam kondisi sekarang ini, lanjutnya, banyak orang yang mengalami gangguan
kejiwaan, lebih dahulu mendatangi atau berobat alternatif. Setelah mengalami
tahapan berat, baru mendatangi dokter atau rumah sakit jiwa. Padahal, jika sejak
awal keluarga paasien telah berani konsultasi dengan ahli kejiwaan, sehingga
sejak dini sudah bisa diketahui penyebabnya, termasuk pengobatannya bisa
berjalan cepat.

Achir Yani Hamiod DNSc, Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia menambahkan,
gangguan kejiwaan terdiri dari tiga faktor, yang disebut biopsychososial
spiritual. Yaitu gangguan biologik yang mengakibatkan kemampuan otak berkurang.
Kemudian gangguan psikologik yang umunya dialami para anak-anak sekarang atau
anak masa depan, dengan kerasnya persaingan hidup dan semakin merebaknya alih
teknologi dan ilmu saat ini.

Disini sangat memerlukan asuhan dan perawatan para orangtua, yang berawal dari
kepribadian anak yang rendah diri atau tidak mempunyai kepercayaan diri, yang
umumnya akibat stressor berat dan berlanjut ke taraf rasa kegelisahan tinggi..
Sedangkan faktor ketiga, gangguan sosial budaya.

Sementara itu, Direktur Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Marzoeki Mahdi Bogor, Dr.
Djunaedi Cakrawerdadja mengatakan, orang yang terganggu jiwanya dan berobat ke
RSJ MM Bogor juga meningkat. Tercatat pasien yang datang untuk berobat di RSJ
Bogor itu mencapai 450 orang lebih. Dari jumlah itu, 50 orang adalah pasien
pecandu narkoba dengan terinfeksi penyakit Hepatitis C mencapai 80 persen dan
terinfeksi HIV mencapai 60 persen.

Sedangkan 350 orang pasien karena gangguan jiwa dan 50 orang lainya bersifat
penayanan umum di Rumah Sakit Jiwa(RSJ) MM Bogor. "Memang untuk kasus narkoba,
secara nasional terjadi pula trend peningkatan, dan umumnya terjangkit hepatitis
c dan HIV akibat peralatan seperti jarum suntik saat mengonsumsi narkoba tidak
steril," ujar Djunaedi.

Ketua Panitia Konferensi Nasional Keperawatan Kese-hatan Jiwa I , Dr.Budi Anna
Keliat Skp MapSc, mengatakan, konferensi yang diikuti oleh sedikitnya 200 orang
tenaga medis dan para medis bidang kejiwaan, utusan rumah sakit jiwa, rumah
sakit umum dan puskesmas se Indonesia ini akan dijadikan ajang kesepakatan dan
kesepahaman seluruh tenaga medis dan para medis bidang kejiwaan, pentingnya
sosialisasi gangguan jiwa terhadap masyarakat dan keluarga. Karena saat ini,
penanganan masalah gangguan kejiwaan, dilakukan secara holistik.

Sehingga, harus ditangani sejak dini. Karena banyak kasus, pasien penderita
gangguan kejiwaan, datang setelah dua tahun menderita. Walau, umumnya keluarga
para penderita itu, selalu mengaku baru satu pekan. Mulai si penderita mengalami
gangguan ringan, seperti siswa mulai malas sekolah, gangguan menyesuaikan diri,
kemudian gangguan interpersonal atau hubungan/interaksi kerjasama dengan orang
lain, sampai yang terakhir ketika penderita mulai mengalami gangguan realitas
dan halusinasi.

"Inilah yang selalu dilakukan pihak keluarga, saat penderita sudah mencapai
taraf gangguan realitas di barengi halusinasi, baru datang ke dokter atau rumah
sakit jiwa. Keluhan keluarga penderita yang melakukan hal itu, akan
memperpanjang rendahnya produktivitas masyarakat Indonesia," ujar Budi Anna.
(126)

Skizofrenia
Apa sebenarnya skizofrenia? Siapa saja yang bisa terkena penyakit yang menyerang otak ini? Bagaimana penyakit ini menyerang manusia? Apa saja gejalanya? Pertanyaan-pertanyaan ini kerap melingkupi kaum awam atau keluarga yang salah satu anggota keluarganya menderita skizofrenia.

Menurut situs resmi www.schizophrenia.com, skizofrenia adalah penyakit yang diakibatkan gangguan susunan sel-sel syaraf pada otak manusia.

Umumnya ada dua macam penyakit yang biasa disebut gila ini, yaitu neurosa dan psikosa. Skizofrenia termasuk psikosa. Penyebabnya sampai kini belum diketahui secara pasti, namun disebutkan faktor keturunan bisa menjadi salah satu penyebab.

Bahkan, faktor genetik tampaknya sangat dominan. Menurut penelitian, apabila saudara ayah-ibu menderita skizofrenia, maka anak memiliki potensi sebesar 3% untuk mengidap skizofrenia. Apabila ada salah satu saudara sekandung yang menderita, maka anak berpotensi menderita skizofrenia sebesar 5%-10%.

Lantas bagaimana dengan saudara kembar? Apabila tidak kembar identik, maka potensinya 5%-10%, sementara untuk anak kembar identik potensi menderita skizofrenia sebesar 25%-45%. Sedangkan jika penderita skizofrenia adalah salah satu dari kedua orang tua, maka anak berpotensi sebesar 15%-20%. Skizofrenia bisa menyerang laki-laki dan perempuan. Kebanyakan perempuan yang mengidap penyakit ini adalah mereka yang berusia 20 hingga awal 30-an tahun. Sementara pada kelompok jenis kelamin laki-laki lebih dini, yakni akhir usia remaja hingga awal 20-an tahun.


Gejala dan Penanganan
Skizofrenia


Gejala penderita skizofrenia antara lain:

* Delusi
* Halusinasi
* Cara bicara/berpikir yang tidak teratur
* Perilaku negatif, misalkan: kasar, kurang termotivasi, muram, perhatian menurun

Penanganan:


* Sikap menerima adalah langkah awal penyembuhan
* Penderita perlu tahu penyakit apa yang diderita dan bagaimana melawannya.
* Dukungan keluarga akan sangat berpengaruh.
* Perawatan yang dilakukan para ahli bertujuan mengurangi gejala skizpofrenik dan kemungkinan gejala psychotic.
* Penderita skizofrenia biasanya menjalani pemakaian obat-obatan selama waktu tertentu, bahkan mungkin harus seumur hidup.

> Sebagai kenangan dan doa tuk mengantar kesembuhan kakak kami yang
> menderita schizophrenia sejak 7 tahun yang lalu.
> Sebuah pribadi sederhana, humoris dan penuh solidaritas, bahkan dalam
> keterbatasannya sebagai seorang guru honorer lepas pada STM pinggiran
> Jakarta.
> ----------------------------------------------------
> Apakah Schizophrenia itu?
>
> Schizophrenia adalah penyakit yang sangat dahsyat. Sebagian penelitian
> menyebutkan gangguan kejiwaan ini disebabkan adanya
> ketidakseimbangan kimiawi pada otak penderita, hubungan genetik, infeksi
> virus pada otak dsb. Kenyataannya schizophrenia belum ada obatnya, dan
> belum diketahui penyebabnya secara pasti. Namun penelitian membuktikan
> penyakit ini memiliki dasar biologis yang kuat seperti halnya penyakit
> jantung, diabetes dll.
>
> Penyakit ini juga bukan disebabkan oleh salah asuh, salah didik dan
> keluarga yang broken home. Ia bisa diderita oleh siapa saja, bahkan oleh
> keluarga yang paling normal sekalipun. Fakta statistik menunjukkan bahwa
> schizophrenia diderita oleh sekitar 1 persen dari populasi. Jadi, sekitar
> 2 juta orang dari 200 juta penduduk Indonesia. Dimana munculnya dimulai
> pada usia antara 16-30 tahun.
>
> Yang luar biasa dari penyakit ini adalah, bahwa ia tidak hanya
> menghancurkan kondisi psikologis dan fisik penderita, tapi juga
> membawa kerusakan pada sendi-sendi keluarga dan masyarakat. Di
> negara-negara maju mereka menyebutnya "Killer of the Young People" karena
> menghancurkan produktivitas kaum muda.
>
> Meski dapat disembuhkan melalui therapi yang panjang. Tapi jalan menuju
> kesembuhan seringkali merupakan proses yang melelahkan dan menghabiskan
> harapan. Bahkan ada penderita yang menghabiskan belasan tahun bertarung
> menghadapi schizophrenia. Sebagian lainnya mungkin tidak pernah sembuh dan
> berkeliaran seperti mayat hidup di jalan-jalan.
>
> Stigmatisasi
>
> Menyedihkan sekali bahwa penyakit yang luar biasa dahsyat ini tidak
> mendapat banyak perhatian baik dari pemerintah maupun dari masyarakat
> sendiri meskipun persentase penderitanya cukup besar.
>
> Stigma masyarakat terhadap penderita gangguan kejiwaan juga menekan para
> penderita pada lapisan terbawah struktur sosial. Akibatnya semakin banyak
> diskriminasi dan makin terpinggirkannya orang-orang malang ini. Yang
> artinya semakin dahsyat juga penderitaan yang dialami oleh penderita dan
> keluarganya.
>
> Misalnya, anggapan bahwa orang gila semuanya bodoh, atau orang gila
> membahayakan orang yang waras. Padahal penelitian membuktikan bahwa banyak
> di antara penderita schizophrenia ber IQ tinggi bahkan di atas rata-rata.
> Penelitian lain mengatakan orang yang mengalami gangguan kejiwaan lebih
> rentan mengalami pelecehan dan tindak kekerasan dari
> orang normal daripada sebaliknya.
>
> Stigma semacam ini sangat menyulitkan penderita mencari pekerjaan yang
> layak. Sedangkan biaya pengobatan sangat-sangat mahal ditambah lagi krisis
> ekonomi yang makin menghimpit. Akhirnya banyak penderita tidak mampu
> menjangkau pengobatan yang memadai.
>
>
> How to help?
>
> Ada jutaan keluarga yang sedang berjuang menghadapi Schizophrenia. Banyak
> yang tidak mampu mendapatkan pengobatan yang memadai. Dan lebih banyak
> lagi yang tidak tahu apa yang sedang mereka hadapi sehingga tidak
> mendapatkan pengobatan yang tepat.
>
> Kita mungkin tidak akan dapat sepenuhnya membantu mereka. Tapi akan sangat
> membantu bila setidaknya mereka tahu apa yang sedang mereka hadapi. Dan
> tahu ada orang lain yang juga sedang mengalaminya. Sehingga mereka bisa
> berbagi perasaan, pengalaman dan saling membantu satu sama lain.
>
> Untuk itu kami mengajak rekan-rekan yang peduli untuk membantu mewujudkan
> proyek:
> "HOSPITAL without WALL - SCHIZOPHRENIA.WEB.ID"
>
> Sebuah self help initiatives project, membangun pusat informasi
> schizophrenia Indonesia di internet. Melalui aktivitas penerjemahan
> dan penerbitan informasi tentang schizophrenia di World Wide Web. Serta
> menghubungkan penderita dan keluarganya diseluruh Indonesia.
>
> Caranya:
> 1. Dengan mengunjungi website kami : http://www.schizophrenia.web.id
> 2. Membaca informasi yang ada (sangat bermanfaat bahkan buat yang tidak
> mengalami)
> 3. Mencoba memahami, peduli, menerima keberadaan mereka.
> 4. Isi guestbooknya, biar kami tambah semangat :)
> 5. Bergabung sebagai volunteer untuk proyek kami.
> 6. BANTU MEMPROMOSIKAN KEBERADAAN KAMI DENGAN MEMFORWARD/MENGIRIMKAN
> EMAIL INI KE SEMUA REKAN-REKAN ANDA !!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar